Jakarta, BeritaOke.Online. Duta Besar (Dubes) Jepang untuk Republik Indonesia Kanasugi Kenji buka suara soal isu yang belakangan tengah jadi sorotan di Negeri Sakura, yakni pelepasan limbah air nuklir Fukushima.
Seperti diketahui, Kamis 24 Agustus 2023 lalu Jepang telah mulai melepaskan air radioaktif yang diolah dari pembangkit listrik Fukushima yang rusak ke Samudera Pasifik - 12 tahun setelah bencana nuklir itu mengemuka. Langkah itu dilakukan meski menuai protes sejumlah negara.
dilayangkan sejumlah negara terkait pelepasan ALPS, ia mengatakan "mayoritas negara di dunia menyatakan dukungan dan pengertian mereka, tetapi benar ada sedikit negara yang mengungkapkan kekhawatirannya".
"Yang kami coba lakukan adalah mengadakan konsultasi bilateral di tingkat pakar sehingga kami dapat menyampaikan pandangan dan memberi bukti mengenai apa yang terjadi di lapangan melalui tinjauan ilmiah."
Protes yang terjadi, menurut Dubes Kenji, tak akan menghentikan langkah Jepang terkait pelepasan ALPS yang berlangsung selama 30 tahun ke depan dan dilakukan secara berkala. Karena cara tersebut adalah yang terbaik, sudah ditinjau serta dipantau para ahli termasuk di antaranya oleh IAEA dan WHO.
Sementara itu, mahasiswa asal Indonesia, Chaerun Raudhatul, yang berkuliah di Hokkaido University juga bekerja di Atomic Agency, Jepang, ikut berkomentar.
Kepada Liputan6.com ia menyatakan bahwa tritium sangat sulit dipisahkan dari air karena memiliki jenis dan sifat seperti air. Meski demikian, tingkat radiasi yang dilakukan oleh tritium ini jauh di bawah batas yang ditentukan oleh organisasi kesehatan dunia atau WHO.
"Secara khusus air yang telah diolah di Fukushima akan dicampur dengan air laut untuk menurunkan konsentrasi tritium dari 140.000 Bq/L menjadi antara 100 sampai 210 Bq/L lebih dahulu sebelum dibuang ke laut," ujarnya.
Jumlah ini jauh di bawah batas yang ditetapkan oleh WHO, yaitu 10.000 Bq/L.
Ia membandingkan tingkat radiasi yang didapat manusia oleh alam sekitar 2,1 mSv sementara itu tingkat radiasi dari pembuangan ini hanya sekitar 0,05 mSv.
Chaerun mengatakan sepertinya pemerintah Jepang kurang menjelaskan atas aman atau tidaknya limbah radioaktif ini, mengingat ada 40% responden termasuk nelayan di Fukushima ikut menolak kegiatan ini. Ia khawatir jika berlanjut, akan dapat mempengaruhi citra dan potensi ekonomi Jepang.
Namun, pemerintah juga menyatakan akan selalu transparan dan menyediakan informasi yang dapat diakses online dan dicek oleh setiap warga Jepang.
Sumber : Liputan6.com