Beritaoke-online-
Bareskrim Polri turun langsung menggerebek dan mengusut keripik pisang narkoba yang diproduksi sebuah pabrik rumahan di Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
Penggerebakan dilakukan pada Kamis (2/11/2023) malam kemarin dengan melibatkan beberapa personel gabungan Bareskrim Polri dan Polda DIY.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol Wahyu Widada dalam konferensi pers di lokasi mengatakan tempat produksi narkotika di Baturetno itu bertempat disebuah rumah kontrakan.
Menurut Wahyu, harga keripik pisang narkoba tersebut berbeda-beda, sesuai dengan besar atau beratnya kemasan.
Diketahui, kemasan keripik pisang narkoba itu mulai dari 50 gram, 75 gram, 100 gram, 200 gram, hingga 500 gram.
Adapun harganya bervariasi antara Rp1,5 sampai Rp6 juta.
Selain menjual keripik pisang narkoba, kata Wahyu, pabrik rumahan tersebut juga menjual Happy Water yang mengandung narkoba.
Harganya dibanderol senilai Rp1,2 juta.
Untuk memasarkan keripik pisang dan cairan Happy Water mengandung narkoba itu, para pelaku memanfaatkan media sosial.
Lebih lanjut, Wahyu mengatakan pabrik yang memproduksi cairan Happy Water dan keripik pisang narkoba itu baru berjalan sekitar sebulan sebelum akhirnya terbongkar polisi.
Pemilik Kontrakan Tak Menyangka
Pemilik kontrakan yang menjadi rumah produksi narkotika di Padukuhan Pelem Kidul, Kalurahan Baturetno, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, Wahyuni (66), terkejut dengan adanya pengungkapan kasus produksi narkotika.
Produksi narkotika itu dilakukan oleh tersangka R yang merupakan pendatang dari DKI Jakarta dan tinggal di Padukuhan Pelem Kidul sejak kurang lebih sebulan yang lalu.
"Saya terkejut tiba-tiba ada pengungkapan tempat produksi narkotika di rumah kontrakan saya.
"Karena selama ini saya kira yang ngontrak itu cuma tidur saja," katanya kepada wartawan di kediamannya yang tak jauh dari tempat kontrakan tersangka R, Jumat (3/11/2023).
Pasalnya, Wahyuni mengatakan, hampir setiap hari, pintu rumah di kediaman tersangka R selalu ditutup dan R hanya keluar rumah saat mencari makan saja.
Maka dari itu, Wahyuni mengira bahwa tersangka R adalah pengangguran atau tidak memiliki kesibukan selain tidur.
"Kalau ketemu pasti dia mau cari makan. Pernah kemarin-kamarin gitu juga. Saya ketemu dia di depan rumah saya, terus saya tanya, mau ke mana, dia jawab mau cari makan," tutur Wahyuni.
"Trus dia kan juga sering beli makanan di angkringan sama pempek dekat sini (Padukuhan Pelem Kidul), pemilik angkringan dan pempeknya itu malah bilang makasih ke saya,
"Katanya bisa nularin rezeki karena yang ngontrak di tempat saya kalau makan di tempat angkringan atau di tempat penjual pempek itu," imbuhnya.
Wahyuni pun tidak menaruh rasa curiga kepada tersangka R.
Sebab, tersangka R tidak memperlihatkan gerak gerik yang mencurigakan.
"Saya juga tahu penggerebekan itu dari warga sini. Karena semalam ada yang bilang ke saya, kalau orang yang ngontrak di tempat saya di datangi preman banyak. Ternyata itu pak polisi yang bergaya preman," urainya.
"Malam itu, waktu pengamanan (tersangka R) ada pak polisi yang jambak rambut dia (tersangka R). Pak polisi itu jambak rambutnya ke atas, terus saya takut.
"Pas dia (tersangka R) keluar, kok tiba-tiba tangannya sudah diborgol. Saya langsung cari tahu, ternyata dia bikin narkoba di kontrakan saya," tutup dia.
Sumber:Tribun